JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo meramalkan pertumbuhan kredit perbankan pada 2023 sekitar 10%-12%, dilandasi oleh beberapa faktor meski dihantui risiko resesi global.
Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pekan lalu menjelaskan ramalan itu berdasarkan segala indikator ekonomi yang terus membaik. Hingga akhir tahun ini, Perry meramalkan penyaluran kredit dapat menembus di kisaran 9% – 11%. “Sampai dengan akhir September 2022, industri perbankan telah mencatat pertumbuhan kredit sebesar 11%,” ujarnya.
Menurut dia, proyeksi pertumbuhan kredit yang terus meningkat didukung oleh tiga faktor utama. Pertama, likuiditas perbankan yang dinilai masih sangat longgar tecermin dari alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) yang masih di atas 27%. Dengan likuiditas yang masih longgar, Perry menyatakan kenaikan suku bunga acuan tidak akan membuat bank tergesa-gesa menaikkan suku bunga kredit sehingga hal tersebut tak menghambat laju pertumbuhan kredit ke depan.
Kedua adalah insentif. KSSK yang berisikan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memberikan insentif bagi perbankan yang menyalurkan kredit, antara lain pelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) kredit properti, uang muka atau DP nol persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru dan insentif penurunan GWM [Giro Wajib Minimum] sampai 1,5% dan bahkan hingga 2% bagi bank yang menyalurkan kredit kepada 42 sektor prioritas, termasuk UMKM.
Ketiga adalah standar kredit. Berdasarkan hasil Survei Perbankan menunjukkan bahwa keinginan dan lending standard dari perbankan masih menunjukkan hasil positif. (AM)