JAKARTA - Surplus neraca perdagangan Indonesia menunjukkan tren kenaikan tiga tahun terakhir sejak Mei 2020. Sampai Februari 2023, surplus dagang tercatat US$ 5,48 miliar, tertinggi dalam 34 bulan terakhir.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip Kamis (16/3), ekspor tercatat US$ 21,40 miliar dan Impor US$ 15,02 miliar. Surplus dagang masih dari sektor nonmigas dengan komoditi utama bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi baja. Sementara defisit minyak gas (migas) dari komoditi minyak mentah dan hasil minyak.

Penyumbang surplus neraca perdagangan antara lain, Amerika Serikat (AS), India, dan Tiongkok. Surplus dagang dengan AS US$ 1,32 miliar. Ekspor ke negara Paman Sam itu US$ 1,91 miliar dan impor US$ 583,6 juta. Surplus dagang Indonesia dengan India US$ 1,08 miliar, berasal dari ekspor US$ 1,61 miliar dan impor US$ 531,4 juta. Dan, surplus dagang dengan Tiongkok US$ 999,8 juta, di mana ekspor US$ 5,03 miliar dan impor US$ 4,03 miliar.

Di sisi lain, penyumbang defisit perdagangan yakni, Australia US$ 400,4 juta, Thailand US$ 342,1 juta, dan Brasil US$ 158,8 juta. Ekspor ke Australia US$ 221,2 juta dan besarnya impor US$ 621,6 juta. Nilai ekspor ke Thailand US$ 556,4 juta dan impor US$ 898,5 juta. Dan, nilai ekspor ke Brasil tercatat US$ 108,6 juta dan impor US$ 267,4 juta. (LK)