JAKARTA. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat premi asuransi yang dikumpulkan industri asuransi mencapai Rp177,66 triliun sepanjang 2023. Pendapatan premi ini turun 7,1% dibandingkan periode 2022.

Total premi yang disampaikan berasal dari 56 perusahaan asuransi jiwa anggota AAJI.

Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menuturkan bisnis asuransi jiwa tradisional menjadi motor pertumbuhan pendapatan industri. "Produk asuransi jiwa tradisional masih mendominasi pendapatan premi [asuransi jiwa] dengan total perolehan sebesar Rp92,33 triliun atau naik 14,1% dibandingkan tahun 2022," kata Budi di Jakarta, Selasa (27/2/2024).

Saat yang sama, produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau unit-link meraih total premi sebesar Rp85,3 triliun. Nilai premi unit-link ini turun 22,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp110,23 triliun pada 2022.

Tampubolon menjelaskan, jika dilihat dari sumber bisnis, premi lanjutan menjadi asal pertumbuhan industri asuransi jiwa. Segmen nasabah eksisting tercatat mengalami pertumbuhan premi 1,3% dari Rp72,78 triliun pada 2022 menjadi Rp73,73 triliun pada akhir Desember 2023.

Sedangkan nasabah baru menyumbang Rp103,93 triliun. Meski secara angka lebih besar dibandingkan nasabah eksisting, pendapatan premi nasabah baru ini turun 12,2% dibandingkan capaian 2022 sebesar Rp118,3 triliun.

Ketua Bidang Literasi dan Perlindungan Konsumen AAJI Freddy Thamrin menuturkan dalam periode ini, perusahaan asuransi jiwa anggota asosiasi telah membayar klaim Rp162,75 triliun. Tercatat lebih dari 10 juta orang menjadi penerima manfaat klaim dari industri asuransi jiwa.

Tercatat klaim meninggal dunia mengalami penurunan 8,3% menjadi Rp11,02 triliun. Penurunan juga terjadi untuk jenis klaim surrender dan penarikan sebagian. Kedua jenis klaim ini menurun menjadi Rp89,93 triliun dan Rp16,96 triliun. Lainnya, klaim masuk berasal dari habis kontrak yang mencapai Rp17,7 triliun.

Kenaikan klaim terjadi pada produk asuransi kesehatan. Klaim produk ini melonjak menjadi Rp20,83 triliun."Saat ini rasio klaim asuransi kesehatan terhadap pendapatan premi pada produk tersebut sudah mencapai 138%," kata Freddy.

AAJI menyebut lonjakan klaim asuransi kesehatan disebabkan inflasi medis akibat kenaikan harga fasilitas kesehatan, biaya perawatan, hingga biaya obat.

Untuk mengendalikan klaim, perusahaan asuransi jiwa melakukan peninjauan ulang kerja sama dengan rumah sakit, mengevaluasi produk dan premi yang dibebankan. AAJI juga tengah mengupayakan pertukaran data antar perusahaan asuransi sehingga menciptakan industri kesehatan yang lebih transparan, akuntabel, dan efisien. (PP)