NISP - PT. Bank OCBC NISP Tbk

Rp 1.320

+20 (+1,54%)

JAKARTA – Para ahli percaya bahwa krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa hanya memiliki dampak minimal pada situasi keuangan Indonesia, karena regulasi keuangan dalam negeri yang sudah aman dan teruji.

“Silicon Bank Valley terlalu jauh, dan hanya memiliki beberapa nasabah korporat di Indonesia. Lingkungan [finansial] di AS dan Indonesia juga sangat berbeda,” ungkap Alexander Rusli, CEO PT Digiasia Bios dan mantan petinggi Indosat Ooredoo, saat ditemui di OCBC NISP Business Forum 2023 hari ini (21/3).

Rusli juga berpendapat bahwa pasar di AS jauh lebih fleksibel daripada di Indonesia, yang pada akhirnya, dapat menstablikan situasi keuangan Indonesia. “Seperti yang kita tahu, Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Sejak itu, kita menjadi sangat rigid,” tambahnya.

Darry Ratulangi, Managing Director OCBC NISP Ventura, mengamini opini Rusli. “Kita sering bertanya-tanya, mengapa regulator kita sangat ketat? Tapi, pada waktu seperti ini, hal itu terbukti berguna,” ujarnya.

Mengenai sentimen global yang negative terhadap Credit Suisse Bank, Budi Rustanto, Head of Research OCBC Sekuritas Indonesia, menyebutkan bahwa tingkat likuiditas pasar Asia masih terjaga. “Krisis ini, sammpai sekarang, hanya memengaruhuui AS dan Eropa. Tidak perlu terlalu khawatir,” ucapnya. Rusli juga mengungkapkan bahwa sebagai bank dunia, dana dari Credit Suisse Bank akan menemui banyak regulasi internasional tiap negara yang cukup ketat, sehingga meminimalkan dampak pada pasar domestik.

Krisis perbankan di Barat umumnya terjadi karena kurangnya rasa percaya pada bank-bank tersebut, sehingga memicu rasa panik yang berujung pada penarikan uang besar-besaran atau bank run. “Maka, untuk mencegah hal ini terjadi, sebagai pihak bank, kami harus mendapatkan kepercayaan nasabah kami,” Ratulangi menyimpulkan. (ZH)