JAKARTA - Sedikitnya 40 negara akan menggelar Pemilihan Umum/Presiden (Pemilu/Pilpres) sepanjang tahun 2024. Isu kebijakan fiskal kandidat capres, seperti pomotongan pajak di era Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dapat menentukan reaksi pasar global.

Karen Ward, Chief Market Strategist for EMEA (Europe, The Midle East & Africa) JP Morgan Asset Management mengutarakan penyelenggaran Pilpres pada tahun ini mencakup 40% dari populasi global dan GDP. "Pilpres akan berlangsung di empat negara dengan populasi lima besar dunia," katanya dikutip dari Market Insights EMEA, Jumat (5/1).

Pelaksanaan Pilpres di sejumlah negara itu akan berimplikasi pada pasar global. Kandidat presiden yang akan terpilih pada Pemilu di Taiwan pada Januari 2024 akan menjadi perhatian pertama bagi para investor. Setelah itu, India akan menggelar hajatan serupa pada April 2024, yang mana Narendra Modi, Perdana Menteri (PM) India berupaya menang untuk periode ketiga. Diikuti, Pemilu Parlemen Uni Eropa pada pertengahan tahun ini, Pilpres AS pada November 2024 dan Pemilu di United Kingdom (UK) selambatnya pada 17 Desember 2024.

Menurut dia, sejumlah janji politik capres yang akan terpilih pada Pemilu nantinya memengaruhi reaksi pasar. Misalnya, janji kebijakan fiskal Donald Trump, Presiden AS pada 2017, memicu pergerakan harga saham dan kenaikan pendapatan. Namun pada 2024, keterbatasan ruang fiskal di AS dan UK akan mempersulit Partai Politik (Parpol) pengusung capres manapun untuk mendorong kebijakan pemotongan pajak atau meningkatkan belanja program pemerintah. Dengan kondisi biaya tinggi dan defisit masing-masing di atas 6% dan 5% dari GDP di AS dan UK, perbedaan isu-isu ekonomi akan lebih sedikit di antara parpol sayap kanan dan kiri. (LK)