JAKARTA - Perusahaan energi China yang didukung negara maupun distributor gas swasta mungkin harus merundingkan ulang kontrak pengadaan gas alam cair (LNG) jangka panjang yang mereka tandatangani dengan pemasok AS jika perang dagang terus berlanjut.

Li Lunjia, analis riset utama di S&P Global Commodity Insights, Selasa (22/4), mengatakan bahwa arus perdagangan LNG AS ke China telah berhenti sejak 10 April 2025, ketika Beijing membalas tarif 10 % yang dikenakan AS terhadap barang-barang China dengan memberlakukan bea masuk 15% terhadap bahan bakar tersebut. Tarif terhadap LNG AS tersebut kemudian dinaikkan menjadi setidaknya 140% pada Sabtu (12/4).

“Selama perang dagang AS-China tahun 2018-2019 yang pertama, penangguhan impor LNG AS berlangsung selama 18 bulan,” katanya dalam sebuah webinar. “Mirip dengan saat itu, kita dapat memperkirakan akan terjadi penangguhan impor LNG AS dan aktivitas kontrak selama tarif saat ini masih diberlakukan.”

Namun, Li mengatakan bahwa pembeli China saat ini telah memiliki kontrak LNG AS jangka panjang dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan saat konflik sebelumnya, ketika hampir seluruh LNG diperdagangkan secara kontrak jangka pendek di pasar spot.

Meskipun, lanjut Li, AS hanya menyuplai 4,4% dari total impor LNG China dalam tiga tahun terakhir — di mana hanya 3,8% dari ekspor LNG AS yang masuk ke China — volume tersebut sebenarnya direncanakan untuk tumbuh pesat dalam beberapa tahun mendatang..

Saat ini, pembeli China memegang 21 kontrak pengadaan jangka panjang dengan produsen LNG AS, yang mencakup volume tahunan sebesar 25,6 juta ton. Dalam jangka pendek, sebagian besar dari 5,7 juta ton LNG yang diperkirakan akan dikirim tahun ini ke pelanggan China bisa dengan mudah dijual kembali ke pembeli di pasar lain. (DK)