JAKARTA – Ekonom DBS Indonesia Taimur Baig menilai bahwa lewat kebijakan tarif tingginya, AS kini tidak hanya menekan China lewat tarif impornya, namun juga membuat negara-negara lain tertekan untuk mengurangi aktivitas dagang dengan China.

“AS pada dasarnya mengatakan kepada negara lain, ‘kalau kalian ingin mencapai kesepakatan dengan kami, kalian harus menekan China’,” ujar Taimur dalam sesi Media Briefing DBS Asian Insights Conference hari ini (21/5).

Taimur mencontohkan kesepakatan AS-Inggris, yang memaksa Inggris menghambat partisipasi China dalam rantai suplainya.

AS diperkirakan akan menirukan tuntutan ini pada negara Asia lainnya, sehingga tantangan bagi negara-negara lain kini tidak lagi terpusat pada tarif impor AS, namun juga bagaimana menghindari paparan terhadap ekspor China agar dapat meraih kesepakatan dengan AS.

“Saya rasa negara-negara ASEAN hampir tidak mungkin sepakat dengan tuntutan US untuk meniru menerapkan tarif pada China. ASEAN selalu berfokus pada hubungan yang saling menguntungkan,” jelas Taimur.

Di sisi lain, ASEAN memiliki sebuah masalah unik, menurut Taimur, yaitu karakteristik makroekonomi negara-negara yang terlalu berbeda dalam suatu kawasan; ada negara kecil dan besar, negara berpendapatan rendah dan tinggi, serta eksportir dan importir komoditas.

Namun, untuk isu tarif ini, Taimur beranggapan bahwa negara-negara ASEAN dapat bersatu dan sepakat untuk tidak turut menekan China lewat tarifnya.

“Dengan AS, [hubungan ASEAN] kompleks, tidak terlalu jelas. Namun, dalam hal keputusan untuk mengikuti tuntutan AS terhadap China, saya rasa negara-negara ASEAN bisa menyepakati sebuah rencana bersama,” ujar Taimur.

Menurut data IDNFinancials.com, China mencatatkan surplus dagang dengan ASEAN hingga US$190 miliar pada 2024, sedangkan AS justru membukukan defisit dagang dengan ASEAN hingga US$227,7 miliar. (ZH)