Berbeda dengan pasar global, harga emas di Indonesia dan India naik

NEW DELHI - Harga emas di Indonesia dan India mengalami kenaikan, berbeda dengan di pasar internasional yang justru mengalami penurunan.
Harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam/ANTM) mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp26.000 per gram.
Harga emas Antam kini dipatok Rp1.900.000 per gram, naik dari Rp1.874.000 per gram pada perdagangan sebelumnya.
Kenaikan ini menandai pemulihan setelah penurunan harga yang terjadi pada Kamis, 29 Mei 2025.
Harga buyback atau pembelian kembali oleh ANTM juga naik sebesar Rp26.000 per gram, menjadi Rp1.744.000 per gram dari sebelumnya Rp1.718.000 per gram.
Sedangkan harga emas ANTM yang dijual oleh Pegadaian mengalami penurunan sebesar Rp25.000, menjadi Rp1.927.000 per gram dari sebelumnya Rp1.952.000 per gram.
Di India harga emas sama dengan di Indonesia, kembali menguat. Ini menandai kenaikan pertama setelah empat hari berturut-turut mengalami penurunan, pada Jumat (30/5).
Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya permintaan domestik selama musim pernikahan dan tekanan geopolitik global yang menambah daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
Menurut data dari Goodreturns, seperti dilansir CNBC TV18, harga emas 24 karat naik ₹270 menjadi ₹97.310 per 10 gram. Emas 22 karat juga meningkat ₹250 menjadi ₹89.200, sementara emas 18 karat naik ₹210 ke level ₹72.990 per 10 gram.
Meskipun ada kenaikan harian, sepanjang pekan ini harga emas secara keseluruhan masih turun sekitar ₹9.500 per 100 gram.
Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh sentimen global dan penguatan indeks dolar AS sebesar 0,2%, yang membuat harga emas menjadi lebih mahal bagi pembeli internasional.
Di pasar internasional, harga emas justru cenderung melemah. Harga spot gold tercatat turun 0,5% ke US$3.300,59 per ons troi, sementara emas berjangka AS berada di level US$3.298,30 per ons.
Para investor saat ini menanti data inflasi AS, khususnya Indeks Harga Konsumsi Pribadi (PCE), yang menjadi indikator inflasi favorit The Fed dan berpotensi mempengaruhi kebijakan suku bunga.
“Pasar emas sedang dalam fase konsolidasi. Rentang pergerakannya melebar karena penguatan dolar,” jelas Brian Lan, Managing Director dari GoldSilver Central, Singapura, seperti dilansir oleh Economic Times.
Presiden Federal Reserve San Francisco, Mary Daly, juga menyatakan meskipun pemangkasan suku bunga masih mungkin terjadi tahun ini, The Fed harus tetap berhati-hati dan tidak terburu-buru melonggarkan kebijakan moneter.
Sementara itu, pasar emas AS menghadapi ketidakpastian menyusul keputusan pengadilan banding federal yang untuk sementara mengaktifkan kembali tarif impor kontroversial yang diusulkan oleh Donald Trump.
Gejolak politik ini, ditambah dengan data Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang lemah dan peningkatan klaim tunjangan pengangguran, turut memberikan dorongan pada harga emas.
“Emas sempat anjlok setelah pengadilan memblokir rencana tarif Trump, tapi kemudian pulih berkat banding dan data ekonomi lemah,” ujar Rahul Kalantri, VP Komoditas di Mehta Equities.
Ia menambahkan level support berada di ₹94.910 dan resistensi di ₹95.940 per 10 gram.
Aksha Kamboj, Wakil Presiden Asosiasi Pedagang dan Perhiasan India (IBJA), menyatakan harga emas tengah berada dalam fase konsolidasi dan para investor bisa memanfaatkan koreksi harga ini untuk akumulasi jangka panjang.
“Data PCE hari ini bisa mengubah sentimen pasar,” ujarnya.
Sandip Raichura, CEO Retail & Distribution PL Capital Group, menyampaikan pandangan jangka panjang yang optimis.
“Dari US$2.000 per ons pada Januari 2024 ke US$3.300 saat ini, harga emas naik 65% dalam 18 bulan. Permintaan struktural dari ETF dan bank sentral masih kuat. Kami melihat potensi harga emas mencapai US$3.700 per ons tahun depan,” katanya.
Raichura menambahkan ketidakpastian inflasi dan kebijakan moneter global membuat emas tetap menjadi aset lindung nilai yang menarik.
“Penundaan pemotongan suku bunga memang negatif bagi emas, tapi pertumbuhan ekonomi yang melambat dan pembelian dari institusi global menciptakan batas bawah harga,” jelasnya.
Kombinasi faktor domestik seperti musim pernikahan dan faktor global seperti ketidakpastian ekonomi AS serta ketegangan geopolitik membuat prospek emas tetap menarik bagi investor. Meskipun dalam jangka pendek terjadi fluktuasi, tren jangka panjang emas dinilai masih positif. (EF)