JAKARTA - Sektor jasa keuangan dan perbankan di Indonesia dinilai hanya memiliki sedikit keterkaitan dengan perbankan bermasalah di Amerika Serikat (AS). Namun, tingkat permodalan perbankan dinilai relatif tinggi guna mengantisipasi risiko likuiditas.

Dikutip dari Kontan pada Senin (13/3), Andri Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri menyampaikan regulator perbankan di Indonesia akan bertindak cepat memitigasi dampak risiko volatilitas yang terjadi pasar keuangan global. "Perbankan di Indonesia relatif tinggi menutup risiko likuiditas," katanya.

Menurut dia, kasus bankrutnya SVB menyentuh tiga aspek antara lain, dampak rembetan (spillover) dirasakan oleh antarsektor keuangan, spillover dirasakan usaha rintisan (start up) di AS dan Indonesia, dan spillover ke volatilitas nilai tukar dan bonds market.

Dari tiga aspek itu, sektor jasa keuangan di Indonesia hanya memiliki sedikit keterkaitan dengan perbankan bermasalah di AS.

Diketahui, otoritas keuangan di AS menutup Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank pada Jumat (10/3) dan Minggu (12/3) karena kekurangan modal pada neraca keuangannya. Pasca peristiwa itu, Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) mengambilalih SVB dan Signature Bank sembari tetap memastikan kemudahan akses bagi para nasabahnya.

Penutupan dua bank itu menghebohkan jagad sektor keuangan di AS dalam 15 tahun terakhir sejak penutupan Lehman Brothers pada 2008. (LK)