Sekutu Trump marah, klaim pemblokiran tarif sebagai kudeta yudisial

WASHINGTON - Keputusan panel hakim di Pengadilan Perdagangan Internasional AS yang membatalkan sebagian besar tarif dagang Presiden Donald Trump, memicu amarah dari kubu konservatif dan sekutu politik.
Dalam pernyataan di platform X, Wakil Kepala Staf Gedung Putih, Stephen Miller, seperti dilansir The Guardian pada Jumat (30/5), mengecam keputusan hakim sebagai “judicial coup” yang melemahkan kebijakan eksekutif.
Aktivis kuu konservatif, Laura Loomer, juga menyuarakan kritis serupa, dengan menyebut putusan hakim sebagai upaya sabotase oleh lembaga yudikatif.
Putusan itu dikeluarkan oleh panel tiga hakim di Pengadilan Perdagangan Internasional yang berbasis di New York.
Mereka menyatakan Trump melampaui kewenangannya saat menerapkan tarif dagang secara luas melalui perintah eksekutif. Panel menyebut Undang-Undang Kekuasaan Ekonomi Darurat Internasional (International Emergency Economic Powers Act atau IEEPA) tidak memberi wewenang tak terbatas kepada presiden, untuk menetapkan tarif.
Langkah hukum ini dimenangkan oleh gabungan penggugat, yang terdiri atas pemerintahan negara bagian Oregon dan Arizona serta sejumlah pelaku usaha kecil.
Namun keputusan itu kini ditangguhkan sementara, karena pemerintahan Trump mengajukan keberatan ke pengadilan banding AS.
"Konstitusi tidak memberikan presiden kekuasaan mutlak untuk mengacak-acak ekonomi," kata Jaksa Agung Oregon, Dan Rayfield, dalam pernyataan tertulisnya.
Ia menegaskan keputusan ini adalah kemenangan untuk “keluarga pekerja, usaha kecil, dan rakyat Amerika sehari-hari”.
Sementara itu, juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, kepada Fox News menyatakan bahwa keputusan seharusnya bukan berada di tangan “hakim yang tidak dipilih” untuk menilai kebijakan darurat nasional.
“Pemerintahan kami tetap berkomitmen menggunakan seluruh kekuatan eksekutif demi memulihkan Kejayaan Amerika,” tambahnya.
Meskipun putusan ini tidak menyentuh tarif spesifik pada baja, aluminium, dan otomotif, kabar pembatalan sebagian tarif langsung disambut positif oleh pasar keuangan global.
Ketegangan antara Trump dan sistem hukum AS telah meningkat selama beberapa tahun terakhir, terutama setelah Trump menghadapi berbagai gugatan hukum terkait bisnis dan pemilu.
Ia berulang kali menyebut sistem hukum sebagai “korup” dan “senjata politik” yang dikendalikan oleh lawan politik seperti Presiden Joe Biden.
Baru-baru ini, Trump kembali mengobarkan narasi tersebut dengan memberikan pengampunan kepada sejumlah tokoh, yang dekat dengan pendukung dan donaturnya.
Salah satunya adalah mantan Sheriff Virginia, Scott Jenkins, yang dihukum 10 tahun penjara atas kasus suap.
“Keluarga Sheriff Jenkins telah diseret ke dalam neraka oleh Departemen Kehakiman era Biden yang korup dan memusuhi lawan politik,” ujar Trump di media sosial. (EF/KR)