Bank Permata revisi target pertumbuhan Indonesia jadi di bawah 5%

JAKARTA - Chief Economist Permata Bank, Julius Pardede, merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi di bawah 5%.
Menurut Julius, Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 akan melambat, lebih rendah dari target sebelumnya.
"Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat merespons dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan stimulus tepat sasaran, agar konsumsi dan investasi domestik kembali bergerak," kata Julius pada acara Economic Review pada Rabu (14/5), yang membahas tentang perkembangan terbaru perekonomian Indonesia, khususnya Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal pertama tahun 2025.
Ketidakpastian perang dagang yang meningkat, lanjut Julius, telah mendorong berbagai perusahaan untuk menunda investasi dan rencana ekspansi.
PIER memperkirakan pertumbuhan PDB akan melambat dari 5,03% di 2024 menjadi 4,5-5,0% pada 2025. Angka tersebut lebih rendah dari target awal sebesar 5,11%.
Seperti diketahui, pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal pertama 2025 sebesar 4,87% year-on-year (yoy), lebih rendah dari sebelumnya 5,02%.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang biasanya menjadi penopang ekonomi Indonesia juga melambat menjadi 4,89%.
Dari sisi sektoral, sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 10,52%. Faktor pendukung kenaikan ini berada pada lonjakan produksi tanaman pangan seperti padi dan jagung.
Kemudian, dari sektor manufaktur, tumbuh sebesar 4,55%, didukung oleh kuatnya permintaan ekspor di industri logam dasar.
Selain itu, sektor perdagangan ritel juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,03%, berkat momentum Ramadhan.
Salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan PDB di 2025 yaitu ketidakpastian global akibat perang dagang yang sedang berlangsung diperkirakan akan menekan laju investasi dan konsumsi domestik.
Julius melanjutkan, adanya perang dagang akan mempengaruhi pertumbuhan sektoral, meskipun dampaknya akan bervariasi.
"Sektor dengan orientasi ekspor dan memiliki ketergantungan ekspor terhadap pasar AS, seperti tekstil dan garmen, kulit dan alas kaki, elektronik, furniture, dan produk karet dapat menurunkan pertumbuhan sektor tersebut pada tahun 2025," katanya. (DK)