APEC: Ekspor Asia-Pasifik anjlok, tarif Trump jadi biang kerok

JEJU – Para pejabat perdagangan dari 21 negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) berkumpul di Pulau Jeju, Korea Selatan, untuk membahas kerja sama multilateral di tengah meningkatnya proteksionisme global akibat kebijakan tarif Donald Trump.
Pertemuan ini berlangsung pada 15-16 Mei 2025, sebagai bagian dari rangkaian pertemuan pejabat senior menjelang KTT APEC akhir tahun ini di Gyeongju.
Dalam pertemuan tersebut, APEC merilis laporan tren regional yang memproyeksikan pertumbuhan ekspor kawasan hanya sebesar 0,4% di 2025, jauh menurun dibandingkan 5,7% tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi kawasan pun direvisi turun menjadi 2,6% dari 3,3%.
APEC menyebutkan penurunan ini disebabkan oleh lemahnya permintaan eksternal, khususnya pada barang manufaktur dan konsumsi, serta ketidakpastian akibat kebijakan tarif barang Amerika Serikat.
“Pertumbuhan perdagangan akan menurun tajam di kawasan APEC karena permintaan luar negeri yang lebih rendah, dan meningkatnya ketidakpastian terkait kebijakan barang berdampak pada perdagangan jasa,” ujar APEC dalam pernyataannya, seperti dikutip Reuters, pada Kamis (15/5).
APEC menyatakan lebih dari separuh anggotanya kini terdampak langsung tarif AS, termasuk negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Kanada, dan beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Pertemuan juga membahas masa depan reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang kini menghadapi krisis legitimasi setelah AS menghentikan pendanaannya. Pemerintahan Trump menilai WTO telah memberikan keuntungan yang tidak adil kepada Tiongkok dalam ekspor global.
Perwakilan Perdagangan AS, Jamieson Greer, dijadwalkan mengadakan serangkaian pertemuan bilateral, termasuk dengan Korea Selatan dan Selandia Baru.
Ia menyatakan kepada CNBC, pemerintah AS bergerak secepat mungkin bersama negara-negara yang ingin mencapai kesepakatan ambisius.
Dari pihak Tiongkok, Wakil Menteri Perdagangan, Li Chenggang, juga hadir dalam pertemuan ini.
Meskipun tidak dikonfirmasi apakah akan ada pertemuan lanjutan dengan Greer, keduanya sebelumnya telah sepakat untuk memangkas tarif secara signifikan dalam pertemuan tatap muka di Jenewa pada 10-11 Mei.
Di tengah ketidakpastian ini, pakar perdagangan dari Universitas Sogang, Prof. Heo Yoon, menyatakan kemungkinan besar tidak akan ada kemajuan berarti dalam negosiasi karena belum ada diskusi substansial di tingkat kerja.
Namun, ia menambahkan Korea Selatan akan memanfaatkan pertemuan ini untuk membentuk arah negosiasi ke depan.
Howard Lutnick, Menteri Perdagangan AS, juga menyatakan kesepakatan dengan Korea Selatan dan Jepang tidak akan berlangsung cepat, berbeda dengan perjanjian cepat yang baru saja dicapai AS dengan Inggris.
APEC, yang didirikan pada tahun 1989, kini mewakili sekitar 50% perdagangan global dan 60% PDB dunia, menjadikannya forum penting untuk menyusun strategi menghadapi gejolak ekonomi global saat ini. (EF)