NEW YORK – Moody’s Investors Service menurunkan peringkat utang ­negara Amerika Serikat satu tingkat pada Jumat (16/5).

Langkah ini turut membuat investor semakin cemas akan posisi utang Pemerintah AS, sudah menembus US$36 triliun, sementara risiko pasar obligasi terus bergejolak jika Washington tak menahan belanja.

Penurunan peringkat Moody’s bertepatan dengan tarik‑ulur rancangan paket fiskal raksasa Partai Republik di Kongres, yang dijuluki “Big Beautiful Bill”. Paket fiskal ini mencakup pemotongan pajak, kenaikan belanja, dan pengurangan jaring pengaman sosial.

“Para bond vigilantes akan mengawasi ketat agar Kongres disiplin fiskal,” ujar Carol Schleif (BMO Private Wealth), dikutip Reuters, Senin (19/5).

Komite non‑partisan Committee for a Responsible Federal Budget menaksir rancangan undang‑undang (RUU) tersebut bisa menambah utang hingga US$ 3,3 triliun pada 2034, bahkan US$ 5,2 triliun jika rancangan undang-undang itu diteruskan.

Dalam laporannya, Moody’s menilai pemerintah berturut‑turut gagal membalik tren defisit dan beban bunga yang makin besar.

Kepala strategi suku bunga TD Securities, Gennadiy Goldberg, menilai penurunan peringkat itu tak akan memicu lonjakan aksi jual. “Namun penurunan peringkat ini membuat fokus pasar beralih kembali ke kebijakan fiskal dan RUU di Kongres,” katanya.

Kekhawatiran pasar juga tercermin pada premi imbal hasil (term premium) obligasi Pemerintah AS bertenor 10‑tahun yang meningkat.

Anthony Woodside, Legal & General Investment Management America) menyebut pasar “meragukan” upaya pemangkasan defisit. Imbal hasil obligasi 10‑tahun kini sekitar 4,44 %, masih di bawah level periode awal pemerintahan Trump.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menegaskan prioritas pemerintah adalah menahan lonjakan yield, tetapi ia juga mendesak kongres menaikkan batas utang sebelum pertengahan Juli. Jika gagal, kata dia, pemerintah bisa kehabisan kas (X‑date) pada Agustus.

Kubu Republik sendiri mendukung insentif pemotongan pajak diperpanjang, meski hal ini berbenturan dengan perdebatan pemangkasan belanja pemerintah. Sementara program wajib seperti tunjangan sosial tidak boleh disentuh.

Managing Director Research Morgan Stanley, Michael Zezas, memperkirakan defisit akan melebar tanpa dorongan berarti ke ekonomi.

Sedangkan Managing Partner Guggenheim Partners, Anne Walsh, menilai tanpa penataan ulang belanja yang nyata, jalur fiskal AS tidak akan membaik. “Ini jalur yang tidak bisa dipertahankan,” tegasnya. (EF/KR)