WASHINGTON — Miliarder teknologi Elon Musk secara terbuka menyerang rancangan undang-undang pajak dan pengeluaran andalan Presiden Donald Trump dan menyebutnya sebagai penghinaan yang menjijikkan.

Kritik ini menandai perpecahan tajam di antara dua sekutu politik yang sebelumnya terlihat kompak.

RUU yang telah disahkan oleh DPR AS bulan lalu ini dijuluki Trump sebagai “One Big, Beautiful Bill”. Isinya mencakup pemotongan pajak bernilai triliunan dolar, peningkatan belanja pertahanan, serta penghapusan batas utang negara hingga US$4 triliun.

Dalam serangkaian unggahan di platform X pada hari Selasa, 3 Juni 2025, Elon Musk mengkritik keras RUU pajak tersebut. 

Ia menyebutnya sebagai pengeluaran yang luar biasa dan penuh dengan "pork" yang akan secara besar-besaran meningkatkan defisit anggaran yang sudah sangat besar menjadi $2,5 triliun.

RUU pajak itu, kata Trump, akan membebani warga Amerika dengan utang yang sangat tidak berkelanjutan.

Dalam konteks politik Amerika, seperti dikutip dari BBC (4/6), istilah "pork" merujuk pada alokasi dana pemerintah untuk proyek-proyek lokal yang dimaksudkan untuk menguntungkan konstituen tertentu, sering kali sebagai imbalan atas dukungan politik

“Memalukan bagi siapa pun yang memilih menyetujui RUU ini,” tulis Musk dalam unggahannya di platform X, beberapa hari setelah ia mengundurkan diri dari pemerintahan Trump setelah 129 hari menjabat sebagai penasihat efisiensi anggaran melalui tim internal bernama DOGE (Department of Goverment Effeciency).

RUU ini juga memperpanjang pemotongan pajak dari masa jabatan Trump pertama pada 2017 dan mendanai program deportasi massal imigran ilegal.

RUU ini memicu perdebatan sengit di tubuh Partai Republik, terutama dari kubu konservatif fiskal seperti Senator Rand Paul dari Kentucky.

Dalam wawancara dengan CBS News, Rand Paul menyatakan penolakannya karena penghapusan batas utang.

“Partai Republik akan menjadi pemilik defisit ini jika mereka memilih mendukungnya,” tegas Paul.

Trump membalas komentar Paul lewat media sosial, menyebut Senator itu tidak memahami RUU dan bahkan mengatakan warga Kentucky tidak tahan padanya.

Sementara itu, John Thune, Pemimpin Mayoritas Senat dari Partai Republik, menegaskan partainya akan terus mendorong pengesahan RUU tersebut.

“Kami punya agenda yang didukung rakyat, terutama Presiden,” ujarnya.

Mike Johnson, Ketua DPR dari Partai Republik, juga menepis kekhawatiran Musk.

Dalam pernyataannya di Capitol Hill, ia menyebut: “Teman saya Elon salah besar. Ini adalah langkah awal yang penting.”

Johnson bahkan mengaku telah berbicara 20 menit lewat telepon dengan Musk, membahas kemungkinan dampak RUU ini terhadap bisnis kendaraan listrik Tesla milik Musk akibat penghapusan insentif pajak mobil listrik.

Menurut laporan Axios, Musk juga kecewa karena rencananya agar sistem lalu lintas udara di bawah Badan Penerbangan Federal (FAA) dijalankan lewat satelit Starlink ditolak.

Penolakan ini didasari oleh masalah teknologi dan potensi konflik kepentingan.

Meskipun Musk sebelumnya menjadi pendukung besar Trump, bahkan menyumbang lebih dari US$250 juta untuk kampanye, konflik ini menunjukkan dalam aliansi tersebut.

“Tahun depan di bulan November, kita pecat semua politisi yang mengkhianati rakyat Amerika,” tegas Musk.

Senator dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, menyambut baik kritik Musk terhadap RUU tersebut, meski sebelumnya ia mengkritik keterlibatan Musk dalam pemerintahan.

“Bahkan Elon Musk yang menjadi bagian dari proses ini saja menganggap RUU itu buruk,” ujarnya.

Trump dan para pemimpin Partai Republik menargetkan tanggal 4 Juli sebagai batas akhir pengesahan RUU ini agar bisa ditandatangani menjadi undang-undang.

Untuk meredam kubu konservatif dalam partainya, Trump mengusulkan pemotongan belanja sebesar US$9,4 miliar berdasarkan rekomendasi dari tim Doge, dengan sasaran pemangkasan dana bantuan luar negeri, USAID, serta lembaga penyiaran NPR dan PBS. (EF)