JAKARTA - Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% pada 2025 dan 4,8% pada tahun depan.

Dalam laporan terbarunya yang dirilis awal bulan ini, OECD menyebut Indonesia menghadapi tantangan untuk mendorong konsumsi rumah tangga, hingga investasi dari sektor swasta.

Kinerja ekspor Indonesia, menurut OECD, diperkirakan terus melambat karena adanya tantangan perdagangan global.

Selain itu, OECD juga menyoroti nilai tukar rupiah yang sempat terdepresiasi dalam beberapa bulan terakhir, sehingga berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri.

“Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan melebar secara moderat, namun penurunan lanjutan pada harga komoditas dapat memperburuk kondisi, karena menekan pendapatan dari ekspor,” ungkap OECD.

Soal kebijakan moneter, OECD memperkirakan akan ada pelonggaran lanjutan yang dilakukan oleh Indonesia.

“Karena tekanan inflasi tetap terkendali di tengah pertumbuhan yang lemah,” tulis OECD.

Dalam laporannya, OECD juga menyoroti kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, pada awal masa jabatan Presiden Prabowo.

Dua kebijakan itu, membuat proyeksi OECD terhadap kebijakan fiskal Indonesia pada level netral. Alasannya program MBG membuat belanja negara bertambah, namun investasi publik bertambah berkat adanya Danantara.

Menurut data yang dihimpun IDNFinancials.com, OECD sebelumnya juga telah memangkas prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Maret 2025 lalu, dari 5,2% menjadi hanya 4,9%.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia masih optimis bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 5% pada 2025, didukung oleh sejumlah paket stimulus ekonomi untuk mendorong konsumsi domestik. (KR)