WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat Donald Trump membantah bahwa kekacauan di pasar obligasi Amerika pada bulan ini yang mengakibatkan ia menunda penerapan tarif..

Seperti dikutip businessinsider.com, dalam wawancara dengan Time Magazine yang dipublikasikan, Jumat (25/4), Trump menegaskan bahwa ia tidak khawatir dengan pergerakan tajam di pasar obligasi setelah pengumuman tarif yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan" pada 2 April.

Setelah Trump mengumumkan tarif besar-besaran, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun AS melonjak ke 4,45%, level tertinggi sejak Januari. Trump kemudian mengumumkan jeda 90 hari untuk sebagian besar tarif. Namun ia mengatakan kepada Time bahwa langkah tersebut tidak ada hubungannya dengan aksi obral obligas pemerintah AS.

Dia menegaskan reaksi investor obligasi tidak mengkhawatirkannya. "Itu bukan alasan untuk itu," kata Trump..

"Saya melakukannya sampai kami mendapatkan angka yang saya inginkan. Saya telah bertemu dengan banyak negara, berbicara melalui telepon, dan bahkan tidak ingin mereka datang." 

Setelah mengumumkan jeda tarif tersebut, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa pasar obligasi sangat sulit diprediksi. "Pasar obligasi sangat rumit. Saya sedang memantau, tapi jika Anda melihatnya sekarang, sangat indah. Pasar obligasi saat ini sangat indah," tambahnya.

Trump dan Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan bahwa pemerintah fokus pada imbal hasil obligasi 10 tahun AS, yang memengaruhi biaya kenaikan bunga pinjaman bagi warga Amerika.

Namun, menurut Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional, penurunan pasar obligasi memaksa Trump untuk bertindak dengan lebih "tergesa-gesa" dalam memutuskan menangguhkan penerapan tarif selama 90 hari.

Trump dan Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan bahwa pemerintah fokus pada imbal hasil obligasi 10 tahun AS, yang memengaruhi biaya kenaikan bunga pinjaman bagi warga Amerika.

Peter Berezin, Kepala Strategis Global di BCA Research, pasar obligasi lebih berfungsi sebagai check and balance untuk Trump dibandingkan dengan pasar saham, yang selama masa jabatan pertama Trump digunakan sebagai indikator kinerja pemerintahannya.

Pasar obligasi, jelas dia, menentukan apa yang terjadi pada tingkat bunga hipotek bagi pemilik rumah pada umumnya, bukan hanya pengembang properti. Kepemilikan rumah, lanjut Peter, lebih merata dibandingkan dengan kepemilikan saham. "Jadi saya rasa pasar obligasi lebih penting dan lebih membatasi perilaku Trump," ujarnya.

Michael Brown, seorang Senior Research Strategist di Pepperstone, juga berpendapat bahwa pasar obligasi menjadi faktor penting dalam keputusan Trump untuk membatalkan beberapa kebijakannya mengenai tarif.

 "Kami melihat saham turun tajam, obligasi AS dijual dengan agresif di seluruh kurva, dan dolar melemah sangat signifikan terhadap hampir semua mata uang utama," kata Brown. "Saya rasa itu benar-benar memaksa Trump untuk mengubah beberapa retorika kebijakannya," (DK)