BEIJING — People’s Bank of China (PBOC), bank sentral China, memangkas dua suku bunga acuannya ke level terendah dalam sejarah, untuk memacu perekonomian yang sedang tertekan akibat perang dagang dengan Amerika Serikat dan lemahnya permintaan domestik, pada Selasa (20/5).

Langkah ini diambil hanya beberapa hari setelah Beijing dan Washington sepakat menangguhkan tarif dagang selama 90 hari, menyusul ketegangan dagang berkepanjangan yang semakin memperburuk kondisi ekonomi China.

PBOC memangkas suku bunga Loan Prime Rate (LPR) satu tahun dari 3,1% menjadi 3,0%. LPR adalah suku bunga pinjaman yang ditawarkan oleh bank-bank besar di China kepada pelanggan terbaik mereka (biasanya perusahaan besar dan kreditur bereputasi baik). 

Bunga ditentukan setiap bulan berdasarkan rata-rata suku bunga pinjaman dari 18 bank terpilih. Dikelola dan diumumkan oleh National Interbank Funding Center, di bawah pengawasan PBOC.

Sementara itu, LPR lima tahun, yang juga digunakan sebagai acuan kredit pemilikan rumah, juga dipotong dari 3,6% menjadi 3,5%.

Pemangkasan ini merupakan yang pertama sejak Oktober lalu, ketika suku bunga juga diturunkan ke titik terendah sebelumnya.

Menurut Zichun Huang, ekonom dari lembaga riset Capital Economics, dilansir Channel News Asia, Selasa (20/5), pemangkasan ini akan membantu menurunkan beban bunga pinjaman yang ada, sehingga meringankan tekanan bagi perusahaan yang berutang, sekaligus menurunkan harga pinjaman baru.

Namun, Huang juga mengingatkan, pemangkasan suku bunga secara moderat saja kemungkinan tidak cukup untuk benar-benar meningkatkan permintaan kredit atau menggairahkan aktivitas ekonomi secara luas.

Ia juga menambahkan, pemangkasan bunga hari ini kemungkinan bukan yang terakhir tahun ini.

China sendiri telah menargetkan pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar sekitar 5% untuk tahun 2025. Target ini dinilai ambisius oleh sejumlah analis, mengingat tantangan struktural yang tengah dihadapi, seperti melemahnya belanja konsumen, krisis utang sektor properti, serta tingginya tingkat pengangguran muda.

Meskipun begitu, data kuartal pertama justru menunjukkan pertumbuhan PDB mencapai 5,4% dibandingkan tahun sebelumnya, menurut estimasi awal dari otoritas Tiongkok.

Data resmi yang dirilis pada Senin lalu menunjukkan produksi industri China pada April tumbuh 6,1% secara tahunan, melebihi prediksi analis Bloomberg yang memperkirakan 5,7%. Meski demikian, angka ini masih lebih rendah dari pertumbuhan 7,7% pada bulan Maret.

National Bureau of Statistics (NBS) menyatakan perekonomian mampu bertahan dan tumbuh secara stabil pada April, namun mengakui adanya situasi kompleks akibat guncangan eksternal yang meningkat dan tantangan internal yang berlapis-lapis.

Sementara itu, penjualan ritel, indikator utama permintaan domestik, tumbuh sebesar 5,1% secara tahunan pada April, lebih rendah dari prediksi 5,8% dan juga menurun dari pertumbuhan 5,9% pada Maret.

Harga rumah baru di 67 dari 70 kota besar juga menunjukkan penurunan pada April, mengindikasikan kehati-hatian konsumen yang masih tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi. (EF)