Pemangkasan pajak di AS oleh Trump guncang pasar obligasi global

WASHINGTON - Kebijakan pemangkasan pajak besar-besaran yang disebut Presiden Donald Trump sebagai “One Big Beautiful Bill Act.” ternyata membawa efek sebaliknya di mata para investor obligasi.
Ketidakpastian fiskal yang dipicu oleh undang-undang pajak tersebut telah mengguncang pasar obligasi global, memperburuk kekhawatiran investor yang sebelumnya sudah tumbuh akibat penurunan peringkat kredit Amerika Serikat oleh Moody's.
Pasar obligasi AS senilai US$28 triliun mengalami gejolak signifikan. Imbal hasil obligasi 30 tahun melonjak ke level tertinggi sejak 2023, melampaui angka 5%, sementara obligasi 10 tahun naik lebih dari 15 basis poin hanya dalam sepekan, dilansir CNBC, dikutip Jumat (23/5).
Penurunan kepercayaan tidak hanya terjadi di pasar obligasi AS. Investor global juga mulai membuang obligasi di Jepang dan Jerman.
Jepang mencatat lonjakan imbal hasil obligasi 40 tahun ke rekor 3,689%, sementara Jerman mencatat kenaikan lebih dari 12 basis poin pada obligasi 30 tahunnya.
Kenaikan imbal hasil ini mencerminkan penurunan minat investor, yang pada akhirnya memaksa pemerintah menawarkan bunga lebih tinggi untuk menarik pembeli.
Seperti diketahui kondisi bunga obligasi AS yang meningkat akan membebani anggaran bank sentral AS dan negara secara lebih luas. Kenaikan bunga pada tahun 2023 dan 2024 sebagai bagian dari quntitative easing (pelonggaran moneter AS) mengabibatkan bank sentral AS mengalami kerugian operasi total senilai US$192 miliar.
Christopher Rupkey, Kepala Ekonom di FWDBONDS, menyebut penurunan pajak tersebut tampak seperti “penghancur anggaran” dalam jangka pendek, dengan ekspektasi bahwa akan ada lebih banyak lelang obligasi pemerintah AS untuk menutup defisit anggaran.
Steve Blitz, Ekonom Kepala AS di GlobalData, menambahkan kebijakan tarif dan upaya repatriasi industri dalam negeri akan mempercepat inflasi, yang menggerus nilai obligasi dengan pembayaran tetap.
Efek domino dari kebijakan ini dirasakan hingga pemerintah daerah.
Dalam sebuah catatan riset tanggal 19 Mei 2025, Municipal Market Analytics memperingatkan pelemahan posisi kredit federal dapat memengaruhi peringkat kredit daerah, seperti yang terlihat pada penurunan peringkat Maryland oleh Moody’s baru-baru ini.
Artinya, biaya pinjaman untuk infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya berpotensi meningkat.
Menurut Rong Ren Goh dari Eastspring Investments, ketakutan terhadap arah fiskal jangka panjang yang memburuk telah mendorong investor untuk meminta premi risiko lebih tinggi atas obligasi berdurasi panjang.
Bank of America mencatat perubahan perilaku investor institusional Jepang serta kebijakan moneter yang lebih ketat dari Bank of Japan memperburuk tekanan di pasar obligasi global.
Sementara itu, di Eropa, strategi re-armament dan berakhirnya kebijakan penghematan memicu kekhawatiran defisit struktural.
Kepala strategi FX Deutsche Bank, George Saravelos, memperingatkan daya tarik aset Jepang sebagai alternatif bisa mempercepat divestasi dari obligasi AS.
Pasar kini melihat fenomena “bond vigilantes” sebagai ancaman nyata.
Istilah "bond vigilantes" merujuk pada para investor yang menjual obligasi pemerintah secara besar-besaran sebagai bentuk "protes" terhadap kebijakan fiskal atau moneter yang dianggap tidak bertanggung jawab, seperti pengeluaran pemerintah yang berlebihan atau inflasi yang tidak terkendali.
Meski begitu, Nicholas Colas dari DataTrek Research menekankan fenomena ini bersifat global.
“Kenaikan imbal hasil bukan hanya masalah AS,” tulisnya dalam riset pada 22 Mei.
Namun, sebagaimana ditulis Blitz pada 21 Mei, akar masalah tetap sama, “Ketidakseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan Amerika, karena pemerintah menolak menaikkan pajak atau memangkas janji-janji fiskalnya. (EF)