Trump lolos sementara dari vonis ilegal tarif perdagangan

NEW YORK - Pengadilan banding menyetujui penundaan sementara atas putusan yang menyatakan tarif-tarif global yang dikeluarkan Trump “melampaui wewenang presiden” dan melanggar hukum federal, pada Kamis (29/5).
Putusan awal yang dijatuhkan sehari sebelumnya oleh Pengadilan Perdagangan Internasional di New York, menyatakan Trump menyalahgunakan Undang-Undang Kewenangan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) karena menjadikan defisit perdagangan sebagai alasan "darurat nasional".
Panel tiga hakim menilai tindakan Trump tidak sah, dengan menegaskan defisit bukan ancaman “luar biasa dan tidak biasa”.
“Perintah tarif ini melampaui kewenangan apa pun yang diberikan kepada presiden untuk mengatur impor melalui tarif,” tulis para hakim dalam keputusan setebal 49 halaman, seperti dilansir The Guardian, Jumat (30/5).
Mereka menekankan keputusan mereka bukan soal apakah kebijakan itu bijak atau efektif, melainkan soal legalitas formalnya.
Pemerintahan Trump merespons cepat dengan mengajukan permohonan “bantuan darurat” untuk mencegah “kerugian besar terhadap keamanan nasional dan ekonomi”.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyebut para hakim “melampaui batas” dan berupaya “merebut kekuasaan presiden”.
“Mahkamah Agung harus menghentikan ini,” ujar Leavitt.
Tidak jauh dari pernyataan itu, Hakim Rudolph Contreras dari Pengadilan Distrik Washington DC juga menyatakan tarif Trump tidak sah secara hukum. Ia juga memerintahkan agar pengumpulan tarif dari dua importir mainan asal Illinois, dihentikan sementara waktu.
Sebagai informasi, pemerintahan Trump menerapkan sejumlah tarif impor tanpa persetujuan kongres, dengan alasan darurat nasional. Namun kini pengadilan telah menangguhkan kebijakan tarif tersebut, serta meminta agar Trump membuat perintah baru dalam waktu 10 hari jika ingin melanjutkan.
Pasar global merespons positif terhadap keputusan pengadilan. Dolar AS melonjak terhadap euro, yen, dan franc Swiss. Indeks saham di Jerman, Prancis, dan Inggris ikut menguat, begitu pula dengan bursa Asia dan AS.
Kasus hukum ini diajukan oleh sekelompok pelaku usaha kecil, termasuk importir anggur VOS Selections, bersama koalisi 12 negara bagian AS yang dipimpin Oregon.
Jaksa Agung Oregon, Dan Rayfield, menegaskan putusan tersebut "mengukuhkan pentingnya supremasi hukum, bahwa keputusan perdagangan tidak bisa berdasarkan keinginan sepihak presiden."
Sementara itu, Trump mengecam keras keputusan tersebut di platform media sosial miliknya. Ia mempertanyakan motif para hakim dan mengklaim keputusan itu “berdasarkan kebencian terhadap Trump”, meski salah satu hakim dalam panel tersebut adalah pilihannya sendiri pada 2018.
Wakil Kepala Staf Gedung Putih, Stephen Miller, menyebutnya sebagai “kudeta yudisial yang sudah keterlaluan”.
Putusan ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap masa depan strategi Trump yang mengandalkan tarif tinggi untuk menekan mitra dagang, menarik kembali industri manufaktur, dan mengurangi defisit perdagangan AS senilai US$1,2 triliun.
Meskipun belum semua jenis tarif tercakup dalam putusan tersebut, misalnya tarif khusus untuk baja, aluminium, dan mobil yang dikeluarkan melalui undang-undang lain, para analis memperkirakan tantangan hukum lainnya akan segera menyusul.
Menurut laporan Goldman Sachs, “Putusan ini menjadi kemunduran bagi rencana tarif pemerintahan Trump dan meningkatkan ketidakpastian, namun mungkin tidak akan mengubah hasil akhir bagi sebagian besar mitra dagang utama AS.” (EF/KR)