OJK stress test perbankan Indonesia hadapi perang tarif

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan melalui uji ketahanan (stress test) terhadap sektor perbankan nasional, mengantisipasi dampak luas kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Ini merupakan program berkala OJK sebagai regulator di sektor jasa keuangan. "OJK melakukan stress test untuk melihat dampak perubahan ekonomi, termasuk penerapan tarif impor AS dan pelemahan rupiah terhadap perbankan," jelas Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, dalam keterangan resminya, Senin (28/4).
Berdasarkan hasil stress test terbaru, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan RI tetap kuat di angka 26,95% per Februari 2025. Rasio kredit bermasalah (NPL) tercatat stabil dengan NPL gross 2,22%, NPL net 0,81%, dan Loan At Risk (LAR) 9,77%.
OJK menyebut capaian ini menunjukkan sektor perbankan cukup kuat untuk menyerap potensi risiko kredit, pasar, dan likuiditas di tengah ketidakpastian global.
OJK juga menilai kinerja intermediasi perbankan tetap positif, dengan pertumbuhan kredit tahunan (yoy) sebesar 10,30%, mencapai Rp7.825 triliun. Kredit investasi tumbuh paling pesat mencapai 14,62%, kredit konsumsi 10,31%, dan modal kerja 7,66%.
Bank BUMN menjadi motor utama pertumbuhan kredit dengan capaian 10,93% yoy. Sementara kredit korporasi naik 15,95% yoy, dan kredit UMKM tumbuh 2,51%.
OJK juga menyoroti potensi risiko yang meningkat khususnya di sektor-sektor ekspor unggulan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, mesin elektronik, perikanan, dan kelapa sawit, akibat kenaikan biaya ekspor ke AS.
Dian menegaskan pentingnya perbankan untuk proaktif melakukan asesmen risiko global dan domestik, serta menyiapkan antisipasi untuk memperkuat fondasi sistem keuangan nasional.
Sektor perbankan syariah pun turut menjadi perhatian. Meski memiliki eksposur risiko pasar lebih rendah dari perbankan konvensional, bank syariah diminta meningkatkan awareness terhadap perubahan makroekonomi dan konsisten memperkuat manajemen risiko.
"Perbankan syariah perlu melakukan assessment lanjutan terhadap debitur sektor terdampak dan mencari peluang dari perubahan global ini," ujar Dian. (EF/KR)